Selasa, 01 Februari 2011

Mempelajari Korupsi untuk Stop Korupsi dan Suap Di Indonesia


Stop Korupsi dan Suap di Indonesia - Korupsi yang sudah lama berjangkit di negeri tercinta ini, yang sudah menjadi penyakit kronis, berurat dan berakar dalam setiap sendi kehidupan kita, ternyata tidak datang begitu saja. Ia ada karena sudah mengalami proses belajar yang cukup lama. Percaya atau tidak, korupsi itu adalah hasil belajar seseorang dan kemudian diajarkannya lagi kepada orang lain. Begitu seterusnya sehingga korupsi ada dimanamana.
Faktor utama perbuatan korupsi adalah manusia, sampai-sampai seorang Kwik Kian Gie mengatakan akan percuma, tidak akan efektif sama sekali seluruh upaya pemberantasan korupsi dibuat jika factor manusianya dikesampingkan, jika tidak ada program yang berfokus pada perbaikan manusianya sendiri.
Manusia disamping sebagai makhluk individu adalah juga makhluk sosial. Sebagai makhluk individu, manusia mempunyai cipta, rasa, dan karsa dan menampilkan diri sebagai pribadi. Sebagai makhluk sosial, manusia memelihara dan mengembangkan eksiste nsinya dengan berinter-aksi dengan manusia lainnya dalam bentuk hidup bermasyarakat. Tidak akan pernah ada manusia yang benar-benar bias hidup tanpa bantuan, tanpa berhubungan dengan manusia lain.
Orang bijak pernah berkata bahwa manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah, suci, putih bersih. Maka lingkungan lah yang akan membentuk kepribadiannya, menentukan jati dirinya. Apakah dia nantinya akan menjadi orang baik, yang akan banyak memberi manfaat bagi diri dan lingkungannya, atau sebaliknya dia akan menjadi orang jahat dan membawa kesengsaraan bagi orang lain. Semua itu ditentukan oleh pengaruh dari lingkungan dimana dia hidup bermasyarakat.
Salah satu teori penyebab terjadinya suatu tindak kejahatan, sebagaiman dimuat dalam Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) Manual section Criminology, yaitu Social Learning Theory menjelaskan bahwa perilaku kriminal akan timbul manakala manusia menyerap informasi, pandangan, dan motivasi dari orang-orang dekat di sekitarnya. Para ahli penganut teori ini percaya bahwa setiap orang berpotensial untuk melakukan tindak kejahatan jika selalu dihadapkan pada persoalan kriminal. Sebagai contoh, bayi yang lahir dan dibesarkan di Perancis oleh orang tua berbangsa Perancis tentunya akan belajar bahasa Perancis. Jadi, seseorang dilahirkan dengan lingkungan yang permisif terhadap tindakan kriminal akan mendorong dirinya untuk berbuat yang serupa.
Bila manusia dibesarkan dalam lingkungan yang sudah terbiasa dengan perbuatan yang cenderung menyimpang, yang menganggap memberi uang pelicin agar urusannya lancar adalah biasa, lingkungan yang berpandangan bahwa menerima hadiah atau pemberian yang berkaitan dengan tugasnya adalah wajar bahkan suatu keharusan, lingkungan yang terbiasa me -mark up kuitansi pengeluaran agar bias diambil selisihnya untuk keuntungannya, maka orang tersebut akan terdorong untuk melakukan perbuatan menyimpang tersebut.
Demikian juga dengan korupsi. Mungkin pada awalnya hanya coba -coba, kecil-kecilan. Misalnya, seorang pimpinan proyek yang karena gajinya kecil, terdesak oleh kebutuhan pokok, dan karena melihat rekan-rekan sejawatnya yang melakukan itu aman-aman saja, maka dia mencoba berkolusi dengan kontraktor pemenang tender untuk menggelembungkan nilai kontrak di atas harga yang wajar untuk dia ambil dan dibagi-bagi selisih harganya tadi. Dia berhasil pada kali yang pertama dan berniat untuk berhenti korupsi karena kebutuhan mendesaknya sudah terpenuhi. Namun hal itu tidak dapat dia lakukan karena jika dia berhenti pada kali yang kedua, maka perbuatan jeleknya terdahulu akan terbongkar, oleh karenanya dia kemudian mempelajari bagaimana cara agar tidak ketahuan, bertanya ke kanan-kiri. Demikian seterusnya sampai akhirnya menjadi kebiasaan dan ketagihan untuk berbuat serupa, bahkan mengembangkan modusnya agar benar-benar tidak akan pernah terdeteksi.
Dengan cara demikianlah korupsi berkembang di negeri ini. Mulai dari sikap permisif masyarakat sampai kepada lemahnya penghukuman kepada para pelaku. Awalnya tidak tahu, kemudian tahu karena terjun ke lingkungan yang memberinya informasi dan pengalaman tentang perbuatan korupsi, sampai akhirnya tergoda untuk melakukannya. Semua itu melalui proses yang namanya belajar.
Dengan demikian, cara memerangi yang paling efektif pun harus melalui proses pembelajaran kembali masyarakat, individu, dan publik. Harus ditanamkan pengertian bahwa perbuatan korupsi adalah sejahat jahat perbuatan, the root of all evils, korupsi adalah sumber dari segala permasalahan yang mencuat dalam segala bidang. Harus didorong terciptanya public awareness tentang korupsi, apa bahayanya, tandatanda korupsi, dampak dan konsekuensinya. Jika seseorang sudah memahami apalagi merasakan akibat jelek dari perbuatan korupsi, maka akan timbul kecenderungan berkurangnya perbuatan korupsi. Disinilah letak pentingnya dijatuhkan hukuman seberat-beratnya kepada pelaku korupsi. Dalam proses pembelajaran, publik juga perlu keteladanan dari pejabat pemerintah dan tokoh masyarakat untuk menunjukkan perilaku yang anti korupsi, bukan sebaliknya. Akhirnya kita semua harus sebarkan pengertian kepada keluarga kita, tetangga, sejawat, rekan kerja, pimpinan, bawahan, kepada seluruh anak bangsa ini bahwa corruption is worst, don’t do it.

 
Sumber : http://rachmatjusuf.megabyet.net/berita-141-belajar-dari-korupsi-untuk-tidak-korupsi.html
Untuk artikel sundulan : Stop Korupsi dan Suap di Indonesia

1 komentar:

ID Creative mengatakan...

Pokoknya terus berkarya sob..