Rabu, 02 Januari 2013

Meningkatkan Penetrasi Asuransi

Asuransi menjadi salah satu pilar industri keuangan nasional yang kian penting. Dari sisi kinerja, asuransi nasional tumbuh mengesankan, baik asuransi jiwa, umum, reasuransi, maupun asuransi sosial. Pertumbuhan aset, permodalan, dan pendapatan premi asuransi tahun 2011 mencapai tiga kali lipat dari pertumbuhan ekonomi nasional.

Kendati performanya kian meyakinkan, industri asuransi nasional menghadapi sejumlah tantangan.

Pertama, penetrasi asuransi masih terbatas. Rasio premi asuransi individu terhadap produk domestik bruto (PDB) baru sekitar 1,8%, relative tidak ada kemajuan. Jumlah polis per penduduk masih sekitar 0,04 atau satu polis untuk empat orang, jauh tertinggal dari negara lain di Asean seperti Malaysia yang mencapai 0,43 atau satu polis dua orang dan Singapura 2,34, dua polis satu orang.

Kedua, industri asuransi nasional menghadapi liberalisasi di Asean terkait Asean Insurance Community 2015. Itu berarti, tiga tahun lagi agen-agen asuransi negara-negara di Asean bebas menawarkan produk, sehingga merupakan ancaman bagi agen dan sumber daya manusia (SDM) asuransi nasional.

Ketiga, industri asuransi dihadapkan pada cekaknya permodalan. Masih banyak asuransi yang bermodal di bawah Rp 100 miliar, padahal itu merupakan batas modal minimum yang harus dipenuhi pada 2014.

Keempat, pengalihan pengawasan asuransi dari Bapepam-LK ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merupakan tantangan tersendiri. Otoritas baru ini harus lebih baik dalam menegakkan peraturan dan mengembangkan industri.

Kelima, kinerja finansial asuransi yang cukup solid tidak berjalan parallel dengan kinerja harga saham di Bursa Efek Indonesia (BEI). Saham emiten asuransi umumnya cenderung stagnan dan bukan favorit investor. Tantangan keenam adalah ketidakpastian krisis Eropa yang belum jelas ujungnya, sehingga dapat berimbas ke industri asuransi nasional.

Dengan sederet kendala tersebut, seluruh pelaku industri asuransi harus membuat berbagai terobosan dan strategi. Terkait dengan rendahnya penetrasi asuransi, sudah saatnya perusahaan asuransi, asosiasi, dan pemerintah merumuskan visi bersama guna menciptakan gerakan besar-besaran masyarakat berasuransi.

Pelaku industri asuransi nasional juga perlu mendukung program financial inclusion, karena rendahnya akses masyarakat ke produk asuransi. Seperti diketahui, sekitar 49% penduduk Indonesia belum memiliki akses terhadap layanan finansial, termasuk asuransi.

Keterbatasan akses juga terjadi pada asuransi sosial. Sebagai gambaran, saat ini baru 39% penduduk yang tercakup dalam berbagai skema jaminan kesehatan, hanya 4% pekerja formal yang mendapat jaminan kesehatan Jamsostek, dan hanya 1% pekerja informal yang mendapat layanan jaminan sosial.

Potensi pasar asuransi di Indonesia sangat besar. Hal itu terlihat dari pertumbuhan PDB yang tinggi, jumlah penduduk besar dan mayoritas berusia muda, dan pesatnya pertumbuhan kelas menengah. Jangan sampai pasar yang menggiurkan ini menjadi lahan pesta pora bagi asing, terutama ketika terjadi liberalisasi sector keuangan Asean pada 2015. Saat ini saja, 80% pasar asuransi sudah dikuasai oleh lima perusahaan patungan (joint venture).

Bertujuan agar industri asuransi lebih berkembang, pemerintah perlu memberikan insentif pajak bagi produk-produk asuransi karena merupakan dana panjang yang bermanfaat untuk pembiayaan infrastruktur. Misalnya, dana masyarakat, karyawan, atau perusahaan yang dibelanjakan untuk asuransi jangka panjang dimasukkan sebagai pendapatan tidak kena pajak.

Selain itu, dana asuransi yang diinvestasikan di deposito perlu diturunkan tarif pajaknya, jangan 20%. Sementara itu, pengalihan pengawasan dan pengaturan asuransi dari Bapepam-LK ke OJK diharapkan justru memberikan ruang bagi industri asuransi untuk lebih pesat berkembang.

Dalam konteks ini, perlu sebuah harmonisasi peraturan di antara sesama otoritas keuangan karena produk-produknya saling terkait. Aspek lain yang tak kalah penting adalah kualitas SDM dan layanan. Sebagian citra agen asuransi selama ini masih kurang bagus, karena hanya bermuka manis ketika merayu nasabah namun mempersulit saat terjadi klaim. Untuk itu, sertifikasi dan lisensi merupakan hal yang tidak bisa ditawar bagi setiap agen asuransi.

Selama para pemangku kepentingan berkomitmen untuk mengatasi berbagai tantangan tersebut, bukan hal sulit untuk mendongkrak penetrasi asuransi. Seiring dengan itu, industri asuransi nasional pun diyakini mampu berkompetisi ketika liberalisasi tiba.

sumber : http://www.investor.co.id/home/mendongkrak-penetrasi-asuransi/39836

Tidak ada komentar: