Sabtu, 26 Februari 2011

Perlunya Kerjasama Internasional dalam Menangani Kejahatan Di Dunia Maya

Perlunya Web Komunitas Event Organizer - Perlunya Kerjasama Internasional dalam Menangani Kejahatan Di Dunia Maya
Permasalahan yang ditimbulkan akibat perkembangan teknologi komputer dan informasi, menunjukkan perlu adanya upaya yang menyeluruh untuk menanggulangi cybercrime. Kesadaran dari para pengguna jasa internet terhadap cyberethics juga akan turut membantu. Selain itu, kerjasama antara negara-negara pengguna jasa internet juga membantu menanggulangi paling tidak mengurangi kejahatan internet yang melintasi batas-batas negara.

Pada dasarnya interaksi internet bersifat bebas (dengan adanya civil cyberliberty) dan pribadi (privacy). Prinsip-prinsip dasar yang diakui umum dari aktivitas elektronik melalui internet adalah transparansi, yaitu adanya keterbukaan dan kejelasan dalam setiap interaksi internet, kehandalan dengan informasi yang dapat dipercaya serta kebebasan dimana para pelaku bisnis, konsumen ataupun pribadi dapat secara bebas mengakses atau berinteraksi tanpa adanya hambatan, kesulitan ataupun tekanan dalam bentuk apapun. Namun demikian, kebebasan cyber dalam aktivitas internet itu haruslah dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak merugikan kepentingan umum atau konsumen, melanggar hak pribadi orang lain, mengganggu keamanan nasional, mengancam integritas bangsa serta melanggar nilai dan norma kesusilaan dan moralitas. Cyberliberty dalam internet dapat dipakai sebagai media yang efektif untuk melancarkan ancaman internet (cyberthreat). Cyberliberty juga memudahkan orang melakukan kejahatan yang merusak moralitas, nilai dan norma seperti perjudian, prostitusi maupun pornografi.
Telah banyak contoh bentuk kejahatan yang terjadi di dunia maya, seperti kasus-kasus mafia cyber yang merebak pertengahan tahum 2004 di Amerika Serikat. Lalu di Indonesia sendiri pernah mengalami, ketika sistem jaringan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada tahun 2004 disusupi oleh para hacker. Hal ini tentu saja mencemaskan karena ketika dunia semakin tergantung kepada teknologi dan manajemen berbasis pada informasi, ternyata kemajuan dalam penanggulangan kejahatan berbasis teknologi ini dapat dikatakan berjalan perlahan. Penanggulangan cybercrime oleh nagara-negara secara bersama sangatlah penting dilakukan, terutama kerjasama internasional yang menyelenggarakan pengawasan dan pengontrolan cybercrime. Sesungguhnya cybercrime sangat mengganggu terutama bagi negara-negara maju yang kebanyakan sistem administrasinya menggunakan sistem internet.
Pada 23 November 2001 di Budapest, Hongaria, 30 negara sepakat untuk menandatangani Convention on Cybercrime, merupakan kerjasama multilateral yang diadakan guna menanggulangi penyebaran aktivitas kriminal melalui internet dan jaringan komputer lainnya. Melalui kerjasama ini diharapkan dapat menggugah masyarakat internasional untuk ikut berpartisipasi dalam penanggulangan kejahatan berteknologi tinggi.
Akan tetapi upaya penanggulangan cybercrime ini menemukan masalah dalam perihal yurisdiksi. Pengertian yurisdiksi sendiri adalah kekuasaan atau kompetensi hukum negara terhadap orang, benda atau peristiwa (hukum). Yurisdiksi ini merupakan refleksi dari prinsip dasar kedaulatan negara, kesamaan derajat negara dan prinsip tidak campur tangan. Yurisdiksi juga merupakan suatu bentuk kedaulatan yang vital dan sentral yang dapat mengubah, menciptakan atau mengakhiri suatu hubungan atau kewajiban hukum.
Dalam kegiatan cyberspace, Darrel Menthe menyatakan yurisdiksi di cyberspace membutuhkan prinsip-prinsip yang jelas yang berakar dari hukum internasional. Hanya melalui prinsip-prinsip yurisdiksi dalam hukum internasional, negara-negara dapat dihimbau untuk mengadopsi pemecahan yang sama terhadap pertanyaan mengenai yurisdiksi internet.
Pendapat Menthe ini dapat ditafsirkan bahwa dengan diakuinya prinsip-prinsip yurisdiksi yang berlaku dalam hukum internasional dalam kegiatan cyberspace oleh setiap negara, maka akan mudah bagi negara-negara untuk mengadakan kerjasama dalam rangka harmonisasi ketentuan-ketentuan pidana untuk menanggulangi cybercrime.
Pada dasarnya, teknologi internet merupakan sesuatu yang bersifat netral, dalam artian bahwa teknologi tersebut tidak bersifat baik ataupun jahat. Akan tetapi dengan keluasan fungsi dan kecanggihan teknologi informasi yang terkandung di dalamnya ditambah semakin merebaknya globalisasi dalam kehidupan mendorong para pelaku kejahatan untuk menggunakan internet sebagai sarananya.
Cybercrime pada saatnya akan menjadi bentuk kejahatan serius yang dapat membahayakan keamanan individu, masyarakat dan negara serta tatanan kehidupan global. Kegiatan-kegiatan kenegaraan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup masyarakat dan negara tidak selalu bisa dijamin aman dari ancaman penjahat dalam dunia maya. Karena pelaku-pelaku cybercrime secara umum adalah orang-orang yang memiliki keunggulan kemampuan keilmuan dan teknologi. Pada sisi lain, kemampuan aparat untuk menanganinya sungguh jauh kualitasnya di bawah para pelaku kejahatan tersebut.
Mengingat bahwa cybercrime tidak mengenal batas-batas negara maka dalam upaya penanggulangannya memerlukan suatu koordinasi dan kerjasama antarnegara. Cybercrime memperlihatkan salah satu kondisi yang kompleks dan penting untuk diadakannya suatu kerjasama internasional. Secara hukum hal tersebut telah mengalami kemajuan sebab di Budapest, Hongaria, 30 negara telah sepakat untuk menandatangani Convention on Cybercrime, yang merupakan kerjasama internasional untuk penanggulangan penyebaran aktivitas kriminal melalui internet dan jaringan komputer lainnya.
Meski demikian efektivitas dan efisiensi pelaksanaannya masih perlu dicari format yang tepat, karena seperti kasus-kasus sebelumnya banyak konvensi internasional yang terbentur dalam pelaksanaannya. Salah satu unsur yang akan menjadi tantangan dalam menerapkan suatu konvensi adalah perbedaan persepsi terhadap masalah yang bermuara dari perbedaan kepentingan dan pengalaman.
Apalagi di dalam cybercrime ketiadaan batas dalam menanggulanginya merupakan hal baru dalam sejarah penegakan hukum. Dengan kata lain, masalah kejahatan di dunia maya tetap akan menyita waktu banyak pihak untuk mendapatkan penyelesaian yang tepat dikarenakan dampak buruknya telah menyebar secara luas ke berbagai lapisan.
Walaupun nampaknya belum ada suatu bentuk kerjasama internasional yang benar-benar efektif menghilangkan perilaku kejahatan dalam dunia maya, tetapi konfrensi di Budapest telah menjadi landasan penting bagi adanya kerjasamakerjasama lanjutan berkaitan dengan isu yang sama. Setidaknya, merebaknya fenomena praktik kejahatan di dunia maya telah menyadarkan banyak pihak akan arti pentingnya peningkatan kemampuan berkaitan dengan penguasaan teknologi komputer agar pandangan bahwa pelaku kejahatan selangkah lebih maju dari kita bisa ditumbangkan. Ketika masalah praktik kejahatan dalam dunia maya telah menjadi isu politik, maka peluang ke arah kerjasama menjadi lebih terbuka dan memiliki arti yang signifikan untuk diselesaikan.
Konsep Penegakan Hukum
Secara konsepsional dan teoritis, inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai kegiatan yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah yang matap dan mengejawantahkan serta sikap tindak sebagai rangkaian pemjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.
Masalah penegakan hukum, pada dasarnya merupakan kesenjangan antara hukuman secara normatif (das sollen) dengan hukum secara sosiologis (das seins). Atau kesenjangan antara perilaku hukum masyarakat yang seharusnya dengan perilaku hukum masyarakat yang seharusnya dengan perilaku hukum masyarakat yang senyatanya. Roscoe Pound menyebutkan sebagai perbedaan antara law in the book dan law actions. Perbedaan ini mencakup persoalan-persoalan antara lain :
1. Apakah hukum di dalam bentuk peraturan yang telah diundangkan itu, mengungkapkan pola tingkah laku sosial yang ada waktu itu.
2. Apakah yang dikatakan pengadilan itu, sama dengan apa yang dilakukannya.
3. Apakah tujuan yang tegas dikehendaki oleh suatu peraturan itu, sama dengan efek peraturan di dalam kenyataan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, penegak adalah yang mendirikan atau yang menegakkan. Penegakan hukum adalah segala tindakan dalam penegakan hukum. Dalam arti sempit, penegak hukum adalah segala tindakan yang dilakukan polisi dan jaksa, di Indonesia istilah ini diperluas mencakup hakim dan pengacara. Henry Campbell Black menyatakan bahwa istilah ini dikenal dengan law inforcer artinya those whole duty it is to preserve the peace. Jadi, penegak hukum adalah aparat yang melaksanakan atau menjalankan hukum, yaitu polisi, hakim, pengacara dan lembaga pemasyarakatan.
Kemajuan Teknologi Informasi dan Cyber Crime
1 Globalisasi Teknologi dan Globalisasi kejahatan
Salah satu revolusi terbesar yang mengubah nasib jutaan manusia dan kehidupan modern dewasa ini adalah ditemukannya komputer, yang segera disusul oleh berkembangnya teknologi Informasi.
Kolaborasi antara penemuan komputer dan penyebaran informasi melalui komputer melahirkan apa yang dikenal dengan istilah internet (interconcting network) . Layanan internet meliputi komunikasi langsung (e-mail, chat), diskusi, sumber daya informasi yang terdistribusi, remote login dan lalu lintas file dan aneka layanan lainnya. Diantara layanan yang diberikan internet, yang dikenal dan umum dilakukan antara lain :
1. E-Commerce
2. E-Banking
3. E-Goverment
4. E-Learning
5. E-Legislative
Kehadiran internet di seluruh penjuru dunia merupakan pertanda bahwa globalisasi adalah sesuatu hal yang tidak bisa dihindari oleh masyarakat dunia. Dengan demikian dapat pula dikatakan bahwa antara internet dan globalisasi adalah dua hal yang terkait.
2 Cyber Crime sebagai Evolusi Kejahatan
Teknologi informasi dan komunikasi telah mengubah perilaku dan pola masyarakat global. Perkembangan teknologi informasi telah pula menyebabkan dunia menjadi tanpa batas dan menyebabkan perubahan sosial, budaya, ekonomi, dan pola penegakan hukum. Sejalan dengan itu teknologi informasi saat ini menjadi pedang bermata dua. Karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan juga, kemajuan dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif untuk melakukan perbuatan melawan hukum.
Teknologi informasi semakin memegang peranan penting dalam kehidupan, dan telah membawa sejumlah manfaat, antara lain kemudahan memperoleh dan menyampaikan informasi serta IPTEK, meningkatkan transaksi perdagangan, bisnis dan bahkan untuk isu-isu yang sebelumnya sangat bersifat pribadi. Akan tetapi, disamping segala kemudahan yang ditimbulkan, internert juga memunculkan potensi kejahatan baru yang disebut cyber crime.
Cyber Crime memiliki ciri khas tersendiri. Disamping itu, cyber crime umumnya dilakukan secara ekstra hati-hati dan sangat meyakinkan, serta seringkali melalui suatu persekongkolan. Jarang ditemukan kasus cyber crime yang dilakukan secara individual.
Cyber crime di bagi atas 3 karakter, yaitu :
1. Spam ( penyebaran e-mail secara ilegal dan biasanya isinya ditumpangi dengan program virus)
2. Abuse (penyalahgunaan)
3. Fraud (penipuan)
Modus kejahatan dalam dunia maya memang agak sulit dimengerti oleh orng-orang yang tidak mengerti teknologi informasi. Sebab salah satu karakter pokok cyber crime adalah penggunaan teknologi informasi dalam modus operandinya. Sifat inilah yang membuat cyber crime berbeda dengan tindak pidana lainnya.
3 Cyber Crime sebagai Kejahatan Lintas Negara
Cyber crime sebagai salah satu fenomena baru dalam perkembangan kejahatan tampak memang tidak akan dapat memungkiri aspek lintas batas negara. Oleh karena itu, wajar apabila cyber crime termasuk sebagai salah satu kejahatan transnasional. .
Jaringan kejahatan transnasional memang bukan persoalan baru, operasi-operasi kejahatan lintas batas negara telah berlangsung cukup lama. Tetapi baru dalam dua dekade terakhir ini bentuk-bentuk kejahatan transnasional menunjukkan peningkatan kegiatan, lebih terorganisir rapi dan bergerak secara lebih efektif, serta dapat melaksanakanoperasi-operasi kejahatan tanpa mendapat hambatan hukum yang cukup berartiSalah satu persoalan yang muncul terkait dengan perykembangan kejahatan kejahatan transnasional adalah penegakan hukumnya. Termasuk dalam hal ini adalah penegakan hukum terhadap para pelau cyber crime.
Penegakan hukum terhadap kejahatab transnasional jelas akan bersinggungan dengan masalah yurisdiksi di ruang maya. Dalam prinsipnya jurisdiksi tradisional dikenal 3 katagori yaitu :
1. Jurisdiksi Legislatif.(jurisdiction to precribe)
2. Jurisdiksi Yudisial.(jurisdiction to adjudicate)
3. Jurisdiksi Eksekutif.(jurisdiction to enforce)
Dari ketiga jenis jurisdiksi tradisional tersebut, Barda Nawawi Arief menyatakan bahwa problem jurisdiksi yang lebih menonjol dalam cyber crime adalah pada jurisdiksi judisial dan jurisdiksi eksekutif daripada jurisdiksi legilatif atau formulatif. Karena jurisdiksi judisial dan jurisdiksi eksekutif sangat terkait dengan kedaulatan wilayah dan kedaulatan hukum masing-masing negara. Maka perlu adanya harmonisasi, kesepakatan, dan kerjasama antar negara mengenai antar negara mengenai jurisdiksi.
Selanjutnya, terkait dengan penentuuan hukum yang berlaku dikenal beberapa asas yang digunakan, yaitu :
1. Subjective territoriality, yang menekankan bahwa keberlakuan ditentukan berdasarkan tempat perbuatan dilakukan dan penyelesaian tindak pidana dilakukan di negara lain.
2. Objective territoriality, yang menyatakan bahwa hukum yang berlaku adalah dimana akibat utama perbuatan itu terjadi dan memberikan dampak yang sangat merugikan bagi negara yang bersangkutan.
3. Nationality yang menentukan bahwa negara mempunyai yurisdiksi untuk menentukan hukum berdasarkan kewarganegaraan pelaku.
4. Passive nationality yang menekankan yurisdiksi berdasarkan kewarganegaraan korban.
5. Protective principle yang menyatakan berlakunya hukum didasarkan atas keinginan negara untuk melindungi kepentingan negara dari kejahatan yang dilakukan di luar wilayahnya, yang umumnya digunakan apabila korban adalah negara atau pemerintah.
6. Asas Universality. Asas ini selayaknya memperoleh perhatian khusus terkait dengan penanganan kasus-kasus cyber. Asas ini disebut juga sebagai universal interest jurisdiction. Pada mulanya asas ini menentukan bahwa setiap negara berhak untuk menangkap dan menghukum para pelaku pembajakan. Asas ini kemudian diperluas mencakup kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes againts humanity).
Dari apa yang dipaparkan di atas, kirangya telah dapat menggambarkan bahwa cyber crime adalah jelas sebagai kejahatan transnasional. Dengan sifatnya yang transnasional maka akan banyak kendala yang dihadapi dalam penegakan hukumnya. Dengan demikian, kunci penyelesaiannya adalah penyelesaian yang mengedepankan kerjasama internasional, baik regional maupun multilateral.

sumber : http://dumadia.wordpress.com/2009/02/03/perlunya-kerjasama-internasional-dalam-menangani-kejahatan-di-dunia-maya/

Tidak ada komentar: